• Lima Mitos Manajemen Hutan Lestari

     

    Gambar : forestact.com

    Ada yang berasumsi bahwa pengelolaan hutan yang lestari diperlukan berbagai pedoman manajemen hutan lestari dan ada juga yang berasumsi bahwa pengelolaan hutan lestari bukan soal pengetahuan terkait pengelolaan hutan akan tetapi lemahnya kepastian usaha dan tingginya biaya transaksi. Oleh sebab itu mari kita lihat lima mitos pengelolaan hutan lestari menutur Prof.Haka. 


    Mitos Pertama: 

    Hutan akan lestari jika permintaan kayu tidak lebih tinggi dari pasokannya.

    Gambar : ekonomi.bisnis.com

    Kebijakan untuk mendukung mitos ini adalah restrukturisasi industri kayu. Logikanya sederhana: jika permintaan terhadap kayu tinggi, akan banyak pembalakan liar. Logika ini menanggalkan logika lain bahwa permintaan tinggi membuat harga kayu jadi tinggi, sehingga mendorong orang untuk giat menanam pohon. Di Jawa, faktanya berjalan sesuai logika kedua. Maka, penyebab hutan rusak dan pembalakan liar bukan karena tingginya permintaan terhadap kayu, tapi perlindungan terhadap hak atas hutan dan lahan yang lemah. Penebangan menjadi ilegal karena adanya ketimpangan akan hak mengelola hutan.


    Mitos Kedua: 

    Untuk mengurangi tekanan kepada hutan alam maka perlu hutan tanaman.

    Gambar : rimbawan.com

    Kenyataannya terbalik. Hutan tanaman yang mendapat subsidi dari dana reboisasi tidak menjadi substitusi kayu hutan alam. Hutan produksi justru jadi jalan keluar bagi pengusaha HPH yang hutannya tak lagi produktif akibat nilainya terus turun. Di sini problemnya adalah tata kelola yang buruk.


    Mitos Ketiga: 

    Untuk menaikkan nilai tambah kayu bulat, ekspor log dilarang. 

    Gambar : pixabay.com

    Mitos ini berangkat dari asumsi bahwa bahan baku yang murah akan naik jika diolah sebelum dijual. Anggapan ini melupakan satu hal bahwa barang yang murah cenderung dibuang. Akibatnya, yang marak adalah industri pengolahan kayu konvensional. Harga murah tak menjadi insentif kita membangun hutan yang bagus. 


    Mitos Keempat: 

    Membangun hutan tak perlu memakai modal sosial.

    Gambar : forestact.com

    Sebelum memakai swakelola, penopang kegiatan rehabilitasi hutan, seperti bibit, memakai tender. Akibatnya, pekerjaan profesional ini berubah menjadi administratif yang tak memerlukan pemetaan sosial masyarakat yang menjadi subjek utama rehabilitasi hutan. Dalam tender, yang penting administrasi beres, bukan menyelesaikan problem sosial di masyarakat. Peraturan pun dibuat dengan administratif, bukan solusi yang berangkat dari problem pendekatan lapangan bahwa perambahan akibat adanya nilai ekonomi hutan membuat hutan jadi gundul. Sayangnya, asumsi seperti ini masih mewarnai kebijakan maupun implementasinya hingga kini. 


    Mitos Kelima: 

    Jika peraturan berubah, kondisi lapangan juga berubah.

    Gambar : kangdede.com

    Faktanya, peraturan hanya menyediakan ruang. batasan, atau peluang melakukan tindakan. Agar bisa berjalan, peraturan harus disertai dukungan kelembagaan serta legitimasi pelaksana yang mendapat dukungan masyarakat. Dalam pandangan ekonomi institusional, peraturan tidak mengikuti "dogma hukum" bahwa semua orang harus mengerti dan harus menjalankannya, tetapi berjalan di suatu arena dalam pengaruh aktor, pengetahuan, informasi maupun Jaringan. Karena itu, pelaksanaan aturan akan berbeda di arena yang berbeda.

    Dari lima mitos itu kita bisa mengangguk pada kesimpulan Hensbergen (2018) bahwa sektor kehutanan terpuruk karena kita menaruh porsi yang kecil menyelesaikan problem kelembagaan sehingga lembaga kehutanan kekurangan staf yang bekerja efektif, termasuk dalam evaluasi dan pengawasan konsesi. Lemahnya tata kelola ini membuka peluang lahirnya perusahaan yang mengabaikan etika, melahirkan korupsi, serta gagalnya pemerintah memungut kewajiban konsesi. Karena itu kapasitas lembaga dan aparatur negara jauh lebih menentukan dalam mewujudkan manajemen hutan lestari dari pada aturan-aturan yang menopangnya.

  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Melalui hasil dari keputusan dari CO Media HIMASYLVA 2018, maka blogger HIMASYLVA kembali hadir, blog ini berguna untuk sharing kegiatan internal Program Studi Kehutanan.

WEBINAR NASIONAL " Menakar Food Estate Sebagai Jalan Mengatasi Krisis Pangan Massa Depan"

Narasumber : - Muhammad Saifulloh (Kementrian koordinator bidang perekonomian republik Indonesia) - Audi Gunawan (IBEMPI)(Ma...

Facebook  Instagram