Potensi Perhutanan Sosial NTB Belum Tergarap Secara Optimal

 

(Kawasan hutan RTK 15 Sekaroh, Lombok Timur)


Hai sobat rimba!

Potensi perhutanan sosial di NTB mencapai 400 ribu hektar lebih. Dari potensi ini yang sudah berizin baru sekitar 31 ribu hektar lebih. Selebihnya kondisinya sebagian besar kritis. Illegal logging terjadi secara masif, dan alih fungsi lahan pertanian terus terjadi. Saat yang sama, masyarakat yang tinggal di perbatasan hutan dijerat kemiskinan.

Direktur WWF Nusa Tenggara Ridha Hakim bilang untuk menata perhutanan sosial maka Dinas LHK Provinsi NTB harus memiliki road map (peta jalan) jangka panjang. Dalam hitung-hitungan WWF, dibutuhkan dana tak kurang Rp 8 trilyun untuk memulihkan kondisi hutan NTB yang terlanjur rusak. Dengan kemampuan fisikal Provinsi NTB yang terbatas, maka dibutuhkan 10 tahun untuk menyelesaikannya.

1. Izin Berbelit, Perda Pengelolaan Hutan Masih Umum


Di dalam Perda Pengelolaan Hutan tidak dijelaskan detail pengurusan izin Hutan Kemasyarakatan (HKm). Penyerahan urusan kehutanan dari kabupaten ke provinsi juga menjadi tantangan tersendiri untuk mengoptimalkan perhutanan sosial.

2. Produk Hasil Hutan yang Belum Optimal


Mencangkup Hasil Hutan Kayu (HHK), Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), Jasa Lingkungan Alam (air bersih), dan Pariwisata.


3. Kendala Lahan


Tumpang tindih area adalah salah satu masalah kendala lahan yang memicu konflik berkepanjangan. Di beberapa kasus, konflik pemicu pemberian izin kepada perusahaan, padahal masyarakat sudah lama menggarap di dalam kawasan hutan.

4. Skema Penyelesaian Konflik yang Perlu Dipertegas


Konflik berkepanjangan antara petani di Sambelia, Lombok Timur melawan perusahaan pemegang izin hutan tanaman industri berlangsung selama bertahun-tahun.

Komentar